BACKGROUND OF URGENCY

Penguasaan hard skill memang penting, tapi akan sia-sia nantinya jika tidak dibarengi dengan soft skill. Orang-orang yang tidak memiliki soft skill akan kesulitan untuk memasarkan kemampuan yang dimilikinya sehingga akan tergerus dalam dunia karir yang kian kompetitif. Alasannya sederhana, untuk bersaing di dunia kerja yang semakin kompetitif, seseorang tidak bisa hanya mengandalkan kemampuan teknisnya saja. Melainkan harus dilengkapi dengan berbagai soft skill seperti kemampuan berkomunikasi yang baik, kemampuan berpikir kritis, adanya integritas, kejujuran dan tanggung jawab yang tinggi.

Masih ingat kisah Ryan, salah satu jebolan S2 Administrasi Fiskal dari kampus ternama, yang mengalami depresi karena tidak memiliki pekerjaan? Apakah dia tidak cukup cerdas sehingga dia nekat datang ke MK untuk melayangkan permintaan legalisasi hukum bunuh diri?

Atau, bagaimana dengan Elon Musk, pionir mobil listrik Tesla, yang memutuskan untuk drop out dari pendidikan magisternya di Stanford University, hanya untuk mengembangkan minatnya di dunia teknologi? apakah keputusannya untuk DO malah memperburuk karirnya?

Jawaban dari kedua pertanyaan tersebut tentu TIDAK.

Elon Musk, yang sudah dibekali kemampuan teknis di bidang Ekonomi dan Fisika (hard skill), berusaha mengembangkannya sendiri dengan menggunakan kemampuannya dalam networking, critical thinking serta kemampuannya mempengaruhi orang lain (soft skill).

Sedangkan Ryan, yang sudah menuntaskan S2 (hard skill), masih belum bisa memasarkan kemampuannya, baik karena alasan depresi hingga tidak adanya rasa percaya diri .

Hal diatas adalah dua contoh objektif bagaimana peranan kedua keterampilan ini memang perlu untuk diseimbangkan, sehingga hasil yang kita dapatkan dapat dimaksimalkan.

Media Pengembangan Soft Skill

Untuk soft skill sendiri sebenarnya bisa diajarkan lewat pembelajaran di rumah. Artinya, orang tua bisa memberikan pemahaman akan tanggung jawab, kejujuran dan manajemen waktu sederhana kepada si anak. Namun, seiring dengan perkembangan si anak dan pengaruh yang diberikan oleh lingkungan di luar rumah, akan ada perubahan-perubahan cara berfikir yang mempengaruhinya. Untuk itulah lingkungan pendidikan juga harus menekankan kepada character education kepada anak, agar soft skill nya berkembang. Karakter dasar yang di bangun dirumah ditambah dengan dukungan dari sekolah akan menghasilkan outcome yang baik. Bukan hanya dari pendidikan formal, namun pembentukan soft skill juga bisa didapatkan dari pendidikan non formal.

Di Roboratory sendiri, ada berbagai soft skill yang menjadi titik berat, yaitu :

  1. Critical Thinking and Problem Solving (Kemampuan Berpikir Kritis dan Kemampuan Menyelesaikan Masalah)

Di Roboratory, setiap project yang dibuat oleh peserta didik memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Dari mulai yang paling mudah, hingga project yang sulit dan kompleks.
Disinilah kemampuan berpikir kritis dan penyelesaian masalah peserta didik di asah secara bertahap.

Ada anak yang baru menemukan satu masalah langsung menyerah, disinilah para trainer Roboratory berusaha membangun kemampuan problem solving si anak dengan memberikan encouragement kepada si anak untuk terus mencoba hingga masalah terselesaikan. Proses pencarian solusi alternatif secara bersama-sama juga akan mengasah kemampuan berpikir kritis si anak.

Artinya, ketika ada masalah, anak tidak langsung menyerah. Ada banyak alternatif lain yang memungkinkan project yang dibuat berfungsi sebagaimana mestinya.

Beberapa anak mengalami progres yang signifikan dalam hal problem solving dan critical thinking. Ada yang awalnya dulu mudah sekali menyerah, karena robot yang dirakitnya tidak berfungsi. Tapi setelah kurang lebih 6 bulan mengikuti kursus robotik, kini ia menjadi anak yang kritis. Sekarang, kakak trainernya sering diajukan pertanyaan seperti, “kok nggak berfungsi ya, Kak? padahal ini kabel motornya udah terpasang?”, lalu ia segera mengecek ulang komponen yang dipasang serta program yang dikerjakan diutak-atik, hingga robotnya berfungsi.

Di dunia kerja sendiri, dua kemampuan ini sangat dibutuhkan. Setiap masalah yang hadir harus diselesaikan dengan mencari solusinya. Solusi yang baik hadir ketika kemampuan berpikir kritis yang dimiliki baik.

Dua kemampuan ini harus diajarkan sedini mungkin secara bertahap, dan Roboratory menjadi yang terdepan dalam pengajaran hal ini.

2. Creativity and Innovation (Kreativitas dan Inovasi)

Kalau di Roboratory, ada sesi yang bernama FREE BUILDING. Tujuannya untuk melihat seberapa kreatif anak-anak dalam membangun sebuah objek tanpa adanya Building Instruction yang biasanya disediakan oleh kakak – kakak trainer.
Ada juga sesi developing your robot, artinya, setelah anak-anak menyelesaikan sebuah objek, mereka ditantang untuk berinovasi untuk mengembangkan objek yang telah mereka buat menjadi bentuk yang lebih menarik lagi.

Nantinya, ketika si anak telah dewasa, pekerjaan apapun yang digelutinya akan membutuhkan kreatifitas dan inovasi yang tinggi agar hasil yang didapatkan menjadi berbeda dari rata-rata orang yang melakukannya.

3. Communication and Teamwork (Kemampuan Berkomunikasi dan Kerjasama Tim)

Nah, ini nih yang tidak kalah penting. Yakni kemampuan berkomunikasi dan kerjasama tim.
Dua soft skill ini juga tidak dilewatkan oleh Roboratory. Anak-anak selalu diajarkan untuk berbagi, dan membuat sebuah project secara bersama-sama. Untuk bisa mengerjakan project bersama-sama, mereka tentu perlu untuk bisa berkomunikasi satu sama lain dengan baik.

Salah satu kebanggaan kakak trainer adalah ketika anak didiknya yang dulunya pemalu dan enggan untuk berkomunikasi, menjadi anak yang mampu bersosialisasi, bekerjasama dan berkomunkasi dengan baik dengan teman-teman dalam satu grupnya.

Di dunia kerja, kemampuan berkomunikasi dan kerjasama yang baik sangat dibutuhkan. Berapa banyak hubungan antara tim yang buruk hanya karena miskomunikasi?

Untuk itulah, dengan adanya sistem pembelajaran secara berkelompok, Roboratory menjawab permasalahan yang muncul dan telah mempersiapkan anak-anak agar memiliki jiwa kerjasama dan kemampuan berkomunikasi yang baik.

Oh iya, di Roboratory sendiri kakak-kakak trainernya, 90% nya adalah billingual. Artinya, ada memang orang tua yang selain anaknya bisa belajar robotik, juga ingin agar kemampuan berbahasa inggrisnya meningkat. Nah, di Roboratory juga di dukung dengan itu. Trainer-trainernya merupakan praktisi bahasa inggris yang siap menemani anak dalam mengembangkan kemampuan komunikasinya.

4. Courage and Self-Confidence (Keberanian dan Kepercayaan diri)

Segudang kemampuan yang kita miliki tidak akan bermanfaat jika kita tidak yakin dan percaya dengan diri sendiri. Hal ini telah menjadi perhatian Roboratory, agar bisa mengembangkan keberanian dan kepercayaan diri peserta didik.

Di Roboratory, setiap anak yang telah selesai mengerjakan project yang dibuat akan diminta untuk mempresentasikan projectnya, hal ini meliputi : komponen apa saja yang digunakan, bagaimana cara kerjanya, hingga program apa saja yang di gunakan. Hal ini mereka lakukan di depan teman-temannya dan disaksikan secara bersama-sama. Tidak hanya itu, setiap anak akan ditanyai apa saja kontrobusinya terhadap project yang dibuat, sehingga rasa tanggung jawab anak juga dilatih di sesi ini.

Kesimpulan
Untuk menjawab segala tantangan yang muncul di abad-21, maka peranan hard skill saja belum lah cukup. Kemampuan akademis yang baik jika tidak dibarengi dengan soft skill (sebagaimana yang telah disebutkan diatas) akan menjadi sia-sia. Diperlukan adanya keseimbangan kedua keterampilan tersebut agar potensi yang dimiliki si anak dapat dimaksimalkan.

Usia yang tepat untuk mengembangkan soft skill si anak dapat dimulai sedini mungkin. Di Roboratory sendiri, anak dengan usia termuda adalah 4 setengah tahun, namun kreatifitas dan kepercayaan dirinya sangatlah tinggi. Dalam perlombaan yang diadakan di Sun Plaza Medan pada Juli kemarin, ia berhasil menjadi juara 1 kategori Lego Brick.

Artinya, tidak perlu menunggu nanti untuk mengembangkan soft skill si anak. Hal baik harus dilakukan sedini mungkin.

Ditulis oleh :
L. Huang